Search This Blog

Friday, October 20, 2017

air hidup living water

Renungan Pagi
Jumat, 6 Oktober 2017

Tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. [Yohanes 4:14]

Dia yang percaya pada Yesus merasakan kecukupan di dalam Tuhannya untuk memuaskan dirinya di saat ini, dan untuk mengenyangkan dirinya selama-lamanya. Orang percaya bukanlah orang yang siang-siangnya jemu karena merindukan kenyamanan, dan yang malam-malamnya panjang karena tak adanya pemikiran yang menceriakan hati, karena di dalam agamanya ia merasakan mata air sukacita sedemikian, air mancur penghiburan sedemikian, sehingga ia puas dan bahagia. Tempatkan ia dalam sebuah ruang gelap di bawah tanah dan dia akan menemukan teman yang baik; tempatkan dia di gurun tandus dan dia akan makan roti surga; jauhkan dia dari persahabatan dan dia akan menjumpai “sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara.” [Amsal 18:24] Hancurkan semua pohon jaraknya, dan ia akan menemukan perteduhan di bawah Batu Zaman; hisap fondasi harapan duniawinya, tapi hatinya akan tetap, percaya di dalam Tuhan. Hati tidak pernah puas seperti halnya kuburan sebelum Yesus masuk ke dalamnya, baru kemudian hati itu menjadi cangkir yang penuh melimpah. Ada kesempurnaan di dalam Kristus sehingga Dia sendiri adalah segalanya bagi orang percaya. Orang suci sejati merasa sangat puas dengan Yesus yang serba cukup sehingga ia tidak lagi merasa haus—kecuali rasa haus yang lebih dalam akan mata air kehidupan. Dalam sikap yang manis itu, hai orang-orang percaya, engkau haruslah merasa haus; itu bukanlah rasa haus yang menyakitkan, tetapi akan keinginan mengasihi; engkau akan menemukan bahwa terengah-engah mengharapkan kenikmatan dari kasih Yesus adalah hal yang manis. Pada hari-hari lampau, orang mengatakan, "Biasanya aku menenggelamkan emberku ke dalam sumur hingga penuh, tapi sekarang rasa hausku akan Yesus sudah tak tertahankan, sehingga aku ingin sekali menaruh sumur itu pada bibirku, dan langsung meminumnya." Apakah ini adalah perasaan yang kau miliki di hatimu, wahai orang percaya?
Apakah engkau merasa bahwa semua keinginanmu dipuaskan dalam Yesus, dan sekarang engkau tidak ingin apapun lagi, selain untuk mengenal Yesus lebih banyak, dan bersekutu dengan-Nya lebih dekat? 
Kalau begitu, datanglah terus ke mata air itu, dan ambillah air kehidupan dengan cuma-cuma [Wahyu 22:17]. Yesus tidak akan pernah merasa engkau mengambil terlalu banyak, Dia akan selalu menyambutmu dan berkata, “Minumlah, ya, minumlah yang banyak, oh kekasih.”

____________________
Renungan Pagi (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).
Isi renungan ini bebas untuk disalin dan disebarluaskan.

tebarkanlah jalamu

Renungan Pagi
Minggu, 8 Oktober 2017

Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan. [Lukas 5:4]

Dari narasi ini kita belajar perlunya fungsi manusia. Penangkapan ikan itu ajaib, tapi baik nelayan maupun kapalnya, bahkan alat memancingnya, tidak ada yang diabaikan; melainkan semuanya itu digunakan untuk menangkap ikan. Begitu pula saat menyelamatkan jiwa, Allah bekerja melalui sarana; dan selama ekonomi anugerah berjalan seperti saat ini, Allah puas dengan kebodohan pemberitaan Injil [1 Korintus 1:21] demi menyelamatkan mereka yang percaya.

Ketika Allah bekerja tanpa alat-alat, sudah pasti Ia dimuliakan; tetapi Ia sendiri telah menetapkan suatu rencana dengan alat-alat yang melaluinya Dia paling diagungkan di bumi. Sarana itu sendiri tidak pernah berhasil. "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa." [Lukas 5:5]
 Apa alasannya? Apakah mereka bukan nelayan yang menjalankan panggilan khusus mereka? Benar, tangan mereka bukannya belum berpengalaman; mereka mengerti jelas pekerjaan mereka. Apa mereka berjerih lelah tanpa keterampilan? Tidak. Apa mereka kurang kerja keras? Tidak, mereka telah berjerih lelah. Apa mereka kurang tekun? Tidak, mereka telah berjerih lelah sepanjang malam. Apakah laut sedang kekurangan ikan? Jelas tidak, karena segera setelah Guru datang, kawanan ikan berenang ke dalam jala. Jadi, apakah alasannya?

 Apakah karena tidak ada kekuatan dalam diri mereka sebagai sarana tanpa ada kehadiran Yesus?
 “Sebab di luar Dia kita tidak dapat berbuat apa-apa.” [Yoh 15:5]
Tetapi dengan Kristus kita dapat melakukan segalanya.
Kehadiran Kristus menganugerahkan kesuksesan. Yesus duduk di kapal Petrus, dan kehendak-Nya, dengan pengaruh yang misterius, menarik ikan menuju jala. Ketika Yesus ditinggikan di dalam gereja-Nya, kehadiran-Nya adalah kekuatan dari gereja itu—sorak-sorak karena Raja ada di antara mereka [Bilangan 23:21].
 “Dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” [Yoh 12:32].
 Marilah kita pagi ini pergi bekerja menjala jiwa, memandang ke atas dalam iman, dan melihat sekeliling dengan kegelisahan yang khidmat. Marilah kita berjerih lelah hingga malam tiba, kita tidak akan bekerja dengan sia-sia, karena Dia yang meminta kita menebarkan jala, akan memenuhinya dengan ikan.

____________________
Renungan Pagi (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).
Isi renungan ini bebas untuk disalin dan disebarluaskan.

Thursday, October 19, 2017

true worship

John 4:23-24 (NIV)
23 Yet a time is coming and has now come when the true worshipers will worship the Father in spirit and truth, for they are the kind of worshipers the Father seeks.
24 God is spirit, and his worshipers must worship in spirit and in truth."

JESUS, A JEWISH MAN,  sits down beside a well in Samaria in the hot noonday sun and starts talking to a Samaritan woman. This may seem like no big deal to us, but in this culture and time period, it was absolutely scandalous.  Why? First, it’s unusual that a Jewish man would even be  in    Samaria—  Jews avoided that area because Samaritans were historically considered  “ half-  breeds” rather than pure Jews. Jews would even go around the entire Samaritan territory if they had to get from Judea to Galilee.
Second, it was out of the ordinary that a man would be talking to an unknown woman. Yet when Jesus is sitting beside this well and a woman comes along with her water pot, He asks her for a drink. She’s surprised that He even speaks to her, and then Jesus tosses out a line sure to make her curious:

“If you only knew the gift God has for you and who you are speaking to, you would ask me, and I would give you living water” (John  4:10). The words have the desired effect, and Jesus and the woman begin a conversation about spiritual matters.  When Jesus tells her to get her husband, she replies that she doesn’t have one. Jesus knows not only that she doesn’t have one but also that she has already had five!
 She’s suddenly exposed. She doesn’t even know this man, and He is telling her the private details of her life. Guilt has wrapped itself around her. She’s uncomfortable, and she’s embarrassed. In her uneasiness, the Samaritan woman decides to change the subject. She asks why the Jews say Jerusalem is the only place to worship God while the Samaritans claim that the right place is actually Mount Gerizim, which stood right behind them.
Jesus clarifies that worship is no longer connected with a    place—  Jerusalem, a  mountain, wherever. Look at His words in John 4:21:  “Believe me, dear woman, the time is coming when it will no longer matter whether you worship the Father on this mountain or in Jerusalem.”
 He goes further. He has the audacity to tell her that she is not connecting with the living God:  “True worshipers will worship the Father in spirit and in truth” (John  4:23).

 He clarifies that worship is not a mystical groping in the dark in hopes of reaching some deity that may or may not be listening. It is a clear, definitive, conscious connection with the living God. In fact, He goes on to say,  “The Father is looking for those  who will worship him that way. For God is Spirit, so those who worship him must worship in spirit and in truth” (John 4:23-24).
What a great thought:  God seeks our worship. So that brings us to a question:

 What is worship? It is attributing supreme worth to God, who alone is worthy of it.
When we worship, that’s what we’re doing. The purpose of the church is to cultivate worshipers. It isn’t a place to make business contacts or to go to check something off the weekly list or to bring your kids so  they  get something out of it. No, it’s a place to learn about our God so that our worship and understanding of Him become increasingly deeper and more meaningful. It’s a place where we give Him our praise and our gratitude. Why is worship so important? Because it turns our full attention to the only One worthy  of it.

Hidup dalam Roh Kudus

Hidup dalam Roh Kudus: Mengalami Kuasa, Pelayanan yang Lebih Baik, dan Pembaharuan Setiap Hari Pendahuluan: Saudara-saudaraku yang dikasi...